Perebutan Legitimasi Pasca Pemecatan Gus Yahya, dari Pleno Jakarta hingga Forum Kiai di Jawa Timur

Badai Polarisasi di PBNU: Ketika Otoritas Kultural Berhadapan dengan Benteng Struktural

editorial.id

Editorial.ID – Dinamika di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tak ubahnya gunung es. Setelah keputusan Pleno resmi pada 9-10 Desember 2025 yang menunjuk KH Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketua Umum, konflik internal justru memanas, menarik Nahdliyin ke dalam pusaran pertanyaan fundamental: Siapa yang berhak atas legitimasi tertinggi di NU?

Permasalahan utamanya mengerucut pada strategi kubu mantan Ketua Umum, Gus Yahya Cholil Staquf, yang terus membangun narasi bahwa dirinya didukung oleh kiai sepuh kultural sebuah klaim yang dinilai berupaya membenturkan kearifan akar rumput melawan otoritas tertinggi organisasi: Syuriah dan Rais Aam.

Baca juga: Dua Nakhoda PBNU, Denny JA: Tiga Skenario Masa Depan Nahdlatul Ulama

Menurut KH Imam Jazuli Lc, MA, seorang Alumni Al-Azhar dan mantan Wakil Ketua PP RMI PBNU, tindakan ini menciptakan paradoks yang mengancam pilar organisasi.

"AD/ART NU secara jelas menempatkan Syuriah sebagai otoritas tertinggi, dengan Rais Aam sebagai puncuk pimpinan. Syuriah bertugas membina, mengawasi, dan mengambil keputusan strategis," tegas KH Imam Jazuli.

Ia menjelaskan bahwa ketika Rais Aam dan Syuriah mengeluarkan keputusan evaluasi hingga pemberhentian, tindakan itu adalah manifestasi dari kearifan kultural yang dilembagakan melalui mekanisme struktural yang sah, yang lahir dari sistem Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) Muktamar.

"Mereka yang berada dalam struktur eksekutif (Tanfidziyah) mencoba mendeligitimasi struktur legislatif-yudikatif (Syuriah) dengan menarik otoritas kultural di luar sistem. Ini secara efektif membenturkan dua kutub yang seharusnya saling menguatkan," ujar KH Imam Jazuli.

Perlawanan kubu Gus Yahya terlihat nyata dalam upaya mereka mengumpulkan dukungan dari kiai sepuh di forum-forum tertentu. Namun, langkah ini justru menuai kritik tajam sebagai manuver lokalisasi otoritas.

Sebagai contoh, forum yang diadakan di Jombang atau Tebuireng diklaim sebagai representasi kiai sepuh. Padahal, data mencatat dari sekitar tiga puluh Mustasyar, hanya tujuh yang hadir.

Baca juga: Dari Veto Moral Tebuireng hingga Supremasi Syuriyah Kunci Kursi Ketua Umum PBNU

"Klaim kiai sepuh mendukung perlawanannya menunjukkan adanya upaya untuk membatasi spektrum suara dan legitimasi," tambah KH Imam Jazuli. Ia mengingatkan bahwa suara kiai sepuh NU sangat plural, tersebar di puluhan ribu pesantren.

Fakta di lapangan juga menunjukkan adanya sikap yang berbeda di antara para ulama. Sementara Forum Ploso dan Jombang cenderung mendukung perlawanan tersebut, forum kiai sepuh di daerah lain, seperti Bangkalan dan Cirebon, memiliki pandangan yang tidak sejalan.

Konflik yang membenturkan kultural dan struktural ini dinilai dapat menimbulkan preseden buruk dan mengancam marwah organisasi NU secara keseluruhan.

"Jika mekanisme struktural dapat dengan mudah dianulir oleh mobilisasi klaim kultural di luar sistem, PBNU berisiko kehilangan ruh dasarnya sebagai jam'iyah yang teguh pada prinsip ketaatan kepada ulama," papar KH Imam Jazuli.

Baca juga: Dari Veto Moral Tebuireng hingga Supremasi Syuriyah Kunci Kursi Ketua Umum PBNU

Daripada menyelesaikan melalui jalur internal yang tersedia, seperti Majelis Tahkim, manuver ini justru memperdalam polarisasi. Narasi yang dibangun kubu Gus Yahya membenturkan kiai sepuh kultural dengan Syuriah/Rais Aam disadari atau tidak, merupakan langkah strategis yang secara substansi melemahkan bangunan organisasi NU sendiri.

"Tindakan ini sangat berbahaya. Otoritas tertinggi organisasi dapat dinegosiasikan melalui klaim dukungan di luar jalur resmi, mengabaikan fakta bahwa Syuriah adalah manifestasi sah dari kearifan para kiai sepuh yang telah dibakukan dalam AD/ART NU," pungkasnya.

Hingga saat ini, akar rumput Nahdliyin terus menanti, akankah Syuriah sebagai benteng struktural mampu menegakkan otoritasnya, ataukah klaim otoritas kultural berhasil memecah konsensus ulama di tubuh organisasi terbesar Islam di Indonesia ini.

Editor : M. Kosim

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru