Editorial.ID - Dualisme kepemimpinan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin dalam setelah kelompok yang menamakan diri ‘Kelompok Sultan’ menggelar Rapat Harian Syuriyah-Tanfidziyah di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, pada Sabtu (13/12/2025). Hasil utama rapat ini adalah penegasan legitimasi kelompok tersebut melalui reposisi jabatan strategis dan langkah maju menuju Musyawarah Nasional (Munas) serta Muktamar.
Langkah ini dilakukan hanya beberapa hari setelah Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Kelompok Kramat) secara terbuka menyatakan bahwa semua keputusan yang dihasilkan oleh kelompok tandingan tersebut, termasuk penunjukan Pj Ketua Umum KH Zulfa Mustofa, adalah tidak sah dan dianggap tidak ada.
Keputusan paling signifikan dalam rapat tersebut adalah mengganti posisi Katib ‘Aam PBNU yang sebelumnya dijabat oleh KH Akhmad Said Asrori. Kelompok Sultan kini secara resmi menunjuk tokoh yang memiliki rekam jejak kuat di pemerintahan dan akademisi.
“Di antara hasil yang tadi disepakati adalah adanya reposisi Katib ‘Aam. Jadi, Katib ‘Aam, sejak hari ini, tadi ditetapkan lewat rapat gabungan, Katib ‘Aam PBNU hari ini adalah Bapak Prof. Dr. H Mohammad Nuh,” ujar Prof. Moh. Mukri, yang kini ditetapkan sebagai Wakil Ketua Umum PBNU Kelompok Sultan.
Mukri menambahkan bahwa reposisi pengurus lain juga akan menyusul, di mana proses penetapannya akan diserahkan kepada tim yang diketuai oleh Rais Aam (KH Miftachul Akhyar) dan Pj Ketum PBNU Kelompok Sultan (KH Zulfa Mustofa).
Di samping urusan kepengurusan, rapat ini juga menghasilkan pembentukan panitia untuk menyelenggarakan Munas. Agenda utama Munas ini, menurut Prof. Mukri, adalah mempersiapkan pelaksanaan Muktamar.
“Masalah tempatnya, waktu persisnya, belum ditentukan. Tapi tadi fokus kita, di antaranya, adalah menyiapkan muktamar yang akan datang,” jelas Mukri.
Langkah ini menegaskan bahwa Kelompok Sultan berupaya membentuk jadwal dan agenda internal mereka sendiri, terlepas dari kepengurusan PBNU yang sah di bawah kepemimpinan Gus Yahya.
Konflik internal ini sebelumnya memuncak ketika Gus Yahya, pada Kamis (11/12/2025), menyatakan keputusan rapat kelompok tandingan di Hotel Aston dan Hotel Sultan tidak memiliki legitimasi.
“Ini kan artinya kalau dari pangkalnya ini tidak diterima, ya seterusnya, yang didasarkan pada pangkal itu, tidak bisa diterima. Jadi kita hanya memandang menurut aturan, karena enggak diterima, dianggap tidak ada,” tegas Gus Yahya.
Rapat Kelompok Sultan hari ini dihadiri antara lain oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Wakil Rais Aam KH Afifuddin Muhajir, dan Pj Ketua Umum PBNU Kelompok Sultan KH Zulfa Mustofa.
Editor : M. Kosim