 
    
     
    
     
                 Anggota Fraksi PKB DPRD Jatim Makmullah Harun/ist
                        Anggota Fraksi PKB DPRD Jatim Makmullah Harun/ist
                    Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur dari Fraksi PKB, Makmullah Harun, menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah robohnya bangunan asrama putri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo.
Peristiwa tragis yang terjadi pada Sabtu malam (26/10/2025) sekitar pukul 20.30 WIB itu menelan satu korban jiwa dan melukai 25 santriwati.
Berdasarkan laporan kepolisian, bagian atap dan dinding bangunan dua lantai yang digunakan sebagai asrama santriwati mendadak ambruk saat para penghuni tengah beristirahat.
Korban meninggal dunia diketahui bernama Fatimatus Zahra (15), asal Kabupaten Bondowoso. Puluhan santriwati lainnya segera dilarikan ke RSUD Abdoer Rahem Situbondo untuk mendapatkan perawatan. Sementara aparat gabungan dari BPBD Situbondo, TNI/Polri, dan relawan langsung mengevakuasi reruntuhan bangunan dan mensterilkan lokasi untuk mengantisipasi kejadian susulan.
Makmullah yang juga dikenal sebagai pegiat pesantren menilai insiden ini menjadi alarm keras bagi seluruh pengelola pondok di Jawa Timur agar tidak abai terhadap aspek keselamatan bangunan.
“Saya selaku pribadi, selaku anggota Fraksi PKB, dan selaku pegiat pesantren, sangat prihatin terhadap kasus-kasus seperti ini. Saya pikir setelah Al-Khoziny tidak ada lagi pesantren yang menghadapi musibah ambruknya gedung. Tapi ternyata di Situbondo terjadi lagi asrama santri yang roboh,” ujar Makmullah kepada RMOLJatim, Selasa (28/10).
Politisi asal PKB itu menegaskan, pembangunan fasilitas pesantren tidak boleh dilakukan secara asal-asalan, melainkan harus melibatkan tenaga profesional di bidang konstruksi.
“Harus ada konsultan, dan ketika konsultan memberi saran kita harus tunduk patuh. Mereka ahlinya di bidang konstruksi, jadi kalau sarannya diabaikan, risiko keselamatan santri jadi taruhannya,” tegasnya.
Menurutnya, pengelola pesantren memikul tanggung jawab moral dan hukum atas keselamatan para santri selama 24 jam.
“Wali santri sudah pasrah bongkoan kepada pesantren. Mereka berharap anaknya aman, nyaman, dan bisa belajar dengan tenang. Jadi pengelola harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan anak-anak itu,” imbuhnya.
Anggota DPRD Jatim Dapil Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo itu berharap agar pembangunan gedung pesantren melibatkan konsultan, sehingga standart kualitas bangunan bisa ditingkatkan.
“Perkara harga konsultan mahal itu risiko. Kalau mau aman, ya harus siap. Kalau dananya terbatas, bangunlah sesuai kemampuan — satu lantai kalau hanya mampu satu lantai, jangan dipaksakan dua lantai,” ujarnya.
“Semua bangunan pesantren wajib memenuhi syarat konstruksi dan sebaiknya diaudit secara berkala agar tidak terjadi hal serupa di kemudian hari,” tambahnya.
Atas kejadian tersebut, Makmullah mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya, serta Kementerian Agama untuk segera melakukan audit dan pengawasan menyeluruh terhadap kelayakan bangunan pesantren di seluruh wilayah Jawa Timur.
“Jiwa satu saja itu sudah sangat menyakitkan. Keselamatan anak-anak santri harus jadi prioritas utama. Pemerintah tidak boleh diam,” pungkasnya.
Musibah ambruknya asrama di Situbondo ini memicu keprihatinan luas dari berbagai pihak, termasuk ormas keagamaan dan lembaga sosial, yang menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah nyata demi mencegah tragedi serupa di masa mendatang.
Editor : Budi Prasetyo