Editorial.ID - Bencana banjir bandang yang merendam Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh bukan hanya menyisakan kerusakan infrastruktur dan duka, tetapi juga menyimpan misteri kelam yang kini menjadi sorotan nasional. Ribuan kayu gelondongan yang terdampar, mulai dari bibir Pantai Parkit Padang hingga Sibolga, bukan sekadar sampah banjir, melainkan bukti kuat yang menyeret dugaan praktik pembalak liar skala besar.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bergerak cepat membentuk tim khusus untuk membongkar teka-teki asal-usul kayu ini. Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Irhamni, menegaskan bahwa fokus utama adalah mencari ada tidaknya unsur pidana dalam fenomena tersebut.
"Penyelidikan sudah dimulai, tim sudah dibentuk untuk mencari ada peristiwa pidana atau tidak, kalau memang ketemu ya dilanjutkan," ujar Brigjen Irhamni, Kamis (4/12).
Tim penyelidik kini tengah memverifikasi izin dan kegiatan seluruh perusahaan di wilayah terdampak, tak terkecuali pihak-pihak yang beroperasi tanpa izin resmi.
"Tidak punya izin juga kita sedang verifikasi, sedang lakukan penyelidikan. Sumbernya resmi atau tidak resmi, ada izin atau tidak," tegasnya, mengindikasikan bahwa tak ada celah yang luput dari pengawasan.
Kayu gelondongan itu menjadi pemandangan miris di berbagai lokasi seperti di Padang, Sumatera Barat pada Muara dan bibir Pantai Parkit dipenuhi tumpukan kayu bercampur sampah, seolah lautan mengirimkan kembali hasil eksploitasi hutan. Di Sumatera Utara Kayu-kayu hanyut melintasi Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga. Sedangkan di Aceh banjir membawa bukti yang lebih menyedihkan. Seekor Gajah Sumatera ditemukan mati tersungkur dengan kepala tertimbun material banjir di Desa Meunasah Lhok, sebuah indikasi tragis rusaknya habitat liar.
Menindaklanjuti temuan ini, Menteri Kehutanan RI Raja Juli Antoni mengumumkan kolaborasi investigasi antara Kemenhut dan Polri, yang juga akan diintegrasikan dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PHK). Tujuannya jelas menemukan asal-usul kayu ilegal tersebut sesegera mungkin.
Kemenhut tidak main-main. Mereka mengerahkan teknologi canggih yang disebut sebagai "senjata rahasia" dalam investigasi kehutanan menyusuri sungai dengan drone kini dilakukan untuk memantau jalur Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilewati material kayu.
"Dua, saat ini kami telah melakukan susur sungai melalui drone untuk memantau jalur DAS terdampak yang dilewati material kayu tersebut. Nanti bisa kalau dilihat gambarnya, kita coba susuri di mana terjadi longsor, di mana kemungkinan-kemungkinan kayu itu berasal, ini juga akan menjadi data pendukung awal untuk kemudian kita mencari di mana sebenarnya asal kayu tersebut," kata Raja Juli.
Penggunaan Aplikasi berbasis Android (AIKO) juga menjadi alat investigasi presisi untuk mengungkap jejak perlakuan manusia.
"Ketiga, kami juga menggunakan alat identifikasi kayu otomatis atau Aiko yang merupakan aplikasi berbasis Android sebagai alat investigasi dan pendekatan mengetahui jenis kayu, penampakan fisik kayu, hingga penampakan tanda-tanda bekas perlakuan manusia terhadap kayu. Sehingga ketahuan apakah ini ditebas atau didorong pakai buldoser dan lain sebagainya," sambungnya.
Kombinasi penyelidikan Bareskrim yang menyasar perusahaan dan pihak ilegal, dengan teknologi Kemenhut yang mampu melacak asal-usul dan cara pemotongan kayu, diharapkan dapat segera membongkar jaringan yang berada di balik jejak kelam kehancuran hutan Sumatera ini.
Editor : Redaksi