Editorial.ID - Dinamika internal di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencapai titik krusial. Rais Syuriyah PBNU, Prof. Mohammad Nuh, menegaskan bahwa pelanggaran berat yang dituduhkan kepada Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, adalah fakta yang didukung bukti kuat. Penegasan ini muncul setelah Nuh menghadiri silaturahim Mustasyar di Pesantren Tebuireng, Jombang, pada Sabtu (6/12/2025).
Bersamaan dengan itu, Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Hukum dan Media, Prof. Muh. Mukri, menjamin legalitas Rapat Pleno yang dijadwalkan pada 9-10 Desember, sekaligus mengumumkan bahwa Yahya Cholil Staquf telah kehilangan status sebagai Ketua Umum terhitung sejak 26 November 2025.
Prof. Mohammad Nuh mengapresiasi masukan dan nasehat yang disampaikan oleh para Mustasyar, termasuk yang hadir secara daring seperti KH Ma'ruf Amin dan Nyai Shinta Nuriyah Wahid, maupun yang hadir secara fisik seperti KH Anwar Manshur dan KH Said Aqil Siradj.
Nuh membenarkan bahwa tugas Mustasyar memang memberikan arahan dan pertimbangan sesuai amanat Pasal 17 Anggaran Dasar dan Pasal 57 Anggaran Rumah Tangga NU.
"Tadi kami diperintah hadir ke Tebuireng sebagai penghormatan atas niat baik shohibul hajat. Sesuai tugasnya, Mustasyar memang dapat memberikan arahan, pertimbangan dan/atau nasehat kepada pengurus NU menurut tingkatannya, diminta ataupun tidak, baik secara perorangan maupun kolektif. Ini amanat Pasal 17 Anggaran Dasar dan Pasal 57 Anggaran Rumah Tangga NU," kata Nuh.
Meskipun demikian, Nuh menegaskan bahwa proses pengambilan keputusan organisasi tetap harus melalui rapat pleno sesuai mekanisme resmi, yang telah dijadwalkan.
"Kami tetap menghormati saran dan masukan beliau yang hadir, baik secara daring maupun luring. Saran dan masukan kami perhatikan, tapi pengambilan keputusan tetap harus melalui mekanisme organisasi. Untuk itu, rapat pleno tetap dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan," ucap Nuh.
Terkait isu pelanggaran berat yang menjadi dasar Keputusan Rapat Harian Syuriyah 20 November, Nuh secara gamblang menepis anggapan bahwa hal itu masih berupa dugaan.
"Pelanggarannya sangat nyata dan buktinya sangat kuat. Karena itu, Rapat Harian Syuriyah PBNU mengambil keputusan sebagaimana Risalah Rapat yang telah ditegaskan oleh Rais Aam PBNU akhir pekan lalu," tegas Nuh.
Prof. Muh. Mukri menambahkan dimensi hukum organisasi, memastikan legalitas penuh Rapat Pleno 9-10 Desember. Ia menyinggung perdebatan administratif mengenai undangan rapat yang hanya ditandatangani Rais Aam dan Katib PBNU (unsur Syuriyah), tanpa melibatkan unsur Tanfidziyah (Ketua Umum).
Mukri menjelaskan bahwa forum itu adalah wewenang Syuriyah dan membantah bahwa Rais Aam harus melibatkan Ketum dalam kondisi saat ini.
"Silahkan baca Pasal 8 Perkum 10/2025 tentang Rapat dan Pasal 4 Perkum 16/2025 tentang Pedoman Administrasi. Sangat jelas, undangan tersebut telah memenuhi ketentuan tersebut," katanya.
Mukri kemudian mengungkap status terbaru Yahya Cholil Staquf, yang menjadi kunci sahnya pelaksanaan rapat pleno tanpa persetujuan Ketum.
"Kita semua sudah tahu, Gus Yahya sudah tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB dan sejak saat itu kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam," pungkas Mukri.
Dengan pernyataan ini, pihak Syuriyah memastikan bahwa rapat pleno yang akan datang memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak dapat dibatalkan, terlepas dari keberatan pihak Tanfidziyah.
Editor : Redaksi