Meninggalnya seorang pekerja tambang di Magetan akhir September lalu seharusnya tidak berhenti sebagai catatan kecelakaan kerja saja. Peristiwa itu adalah cermin retak dari tata kelola pertambangan yang masih terjebak dalam logika eksploitasi dan administratif saja, bukan dengan menempatkan keselamatan pekerja dan keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, saat dihubungi media, Jumat (10/10/2025).
”Dalam musibah itu, bukan hanya seorang pekerja yang kehilangan nyawa, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan tambang yang selama ini dianggap cukup dengan tumpukan berkas administrasi perizinan,” ujar alumnus Universitas Airlangga tersebut.
Deni menyebut musibah ini sebagai momentum bagi Pemprov Jatim untuk meninjau ulang cara pandang terhadap tambang. Bagi Deni, kelengkapan administrasi perizinan bukanlah akhir dari tanggung jawab, melainkan pintu masuk menuju tata kelola pertambangan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada keadilan ekologis.
“Musibah tambang di Magetan ini seharusnya menjadi titik balik dari tata Kelola berbasis izin menuju tata kelola berbasis tanggung jawab. Legalitas tidak boleh mengalahkan moralitas. Setiap meter tanah harus dipertanggungjawabkan tidak hanya di atas kertas administratif, tapi juga di hadapan moral dan generasi penerus,” tegas Deni.
Dari Legalitas ke Legitimasi Etis
Politisi PDI Perjuangan itu memaparkan, selama ini, diskursus tambang sering terjebak pada legalitas formal, yaitu terkait berkas perizinan yang lengkap, dokumen analisis dampak lingkungan yang rapi, dan laporan administratif. Namun, musibah di Magetan menunjukkan bahwa tata kelola yang hanya berorientasi pada kepatuhan formal ternyata tidak cukup untuk memastikan pelaksanaannya berjalan dengan aman dan berkelanjutan.
”Pemerintah daerah harus menegakkan pengawasan tata kelola pertambangan dengan bertransformasi dari regulatory compliance yang hanya berorientasi pada kepatuhan formal menjadi ethical governance yang mengedepankan etika dan tanggung jawab secara berkelanjutan,” jelas politisi muda itu.
Deni mengingatkan Pemprov Jatim untuk kembali pada tujuan hakiki Pembangunan, yaitu keselamatan manusia, keberlanjutan lingkungan, dan harmoni sosial.
“Jangan hanya mengukur tambang dari kontribusi PAD. Lebih dari itu, kita harus mengukurnya dari aksi konkrit untuk menjaga keselamatan jiwa, tanah, dan air di sekitarnya. Setiap aktivitas tambang harus dipastikan memiliki legitimasi moral di mata masyarakat dan lingkungan. Apa arti pembangunan jika kehidupan tak dijaga?” tegas Deni.
Deni mengapresiasi langkah Dinas ESDM Jatim menutup tambang dan melakukan investigasi mendalam terhadap musibah di Magetan. Tindakan ESDM Jatim menurunkan tim investigasi, yang diiringi dengan pemeriksaan dari Kementerian ESDM, adalah langkah tepat untuk menegakkan standar keselamatan kerja dan menertibkan praktik tambang yang berisiko tinggi.
“Tindakan Dinas ESDM Jatim patut diapresiasi. Tetapi yang juga jauh lebih penting adalah pembenahan jangka panjang dengan menegakkan tata kelola tambang yang ditopang oleh sistem pengawasan lintas sektor yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan lembaga independen. Dan yang terpenting setiap hasil pengawasan dipaparkan ke publik secara transparan,” ujarnya.
”Penutupan tambang bermasalah di Magetan adalah langkah penting, tetapi bukan akhir dari perjalanan. Ini harus harus diikuti audit menyeluruh, keterbukaan data, dan ketegasan penegakan hukum. Jangan sampai musibah hanya menjadi siklus berita, bukan pelajaran agar tak terulang di kemudian hari,” pungkas Deni.
Editor : Budi Prasetyo