Editorial.ID – Di panggung megah Indonesia Arena, Jakarta, pada Jumat (28/11/2025), Puncak Peringatan Hari Guru Nasional dirayakan bukan hanya dengan seremoni, melainkan dengan kisah-kisah nyata tentang pengabdian tanpa batas. Tiga sosok guru, Syifa Urrachmah, Koko Triantoro, dan Umi Salamah, menerima Anugerah Guru Indonesia 2025 sebuah penghargaan yang membuktikan bahwa kontribusi transformatif dapat lahir dari ruang-ruang paling sederhana dan terpencil.
Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang konsisten menunjukkan komitmen, inovasi, dan dedikasi dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, menggarisbawahi bahwa guru adalah motor penggerak sejati bagi kemajuan pendidikan Indonesia.
Dari Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Banda Aceh, Syifa Urrachmah guru muda penyandang disabilitas netra menerima anugerah sebagai Guru Pejuang Disabilitas. Kisahnya berfokus pada upaya gigihnya memperluas akses teknologi bagi siswa tunanetra, menyadari pentingnya literasi digital bagi daya saing mereka di masa depan.
Syifa, yang kini mengabdi sebagai guru PPPK, menyuarakan harapannya agar pendidikan semakin inklusif. Ia juga mengajak rekan disabilitasnya untuk berani membuka diri.
"Saya menyadari bahwa kecanggihan teknologi saat ini sudah sangat berkembang pesat, sehingga siswa-siswa tunanetra yang saat ini masih ada di bangku sekolah itu sangat membutuhkan sekali pengetahuan tentang cara menggunakan teknologi supaya dapat bersaing di dunia yang lebih luas," ujar Syifa.
"Keterbatasan bukan menjadi suatu batas dan bagi teman-teman disabilitas, juga jangan terus menutup diri karena ketika kita menutup diri maka dunia pun akan memberi batas kepada kita," tambahnya, memberi pesan inspiratif.
Bergerak ke pelosok Sumatra Selatan, Koko Triantoro, Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Embacang Lama, dinobatkan sebagai Guru Garda Terpencil. Koko, yang berpengalaman mengajar dari NTT hingga Kalimantan, merasakan betul kesenjangan fasilitas di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Kesenjangan itu mendorongnya untuk melampaui peran guru biasa. Ia menggagas berbagai kampanye dan kolaborasi yang menghasilkan pembangunan jembatan, perahu pendidikan, hingga program vital pemberantasan buta baca di wilayahnya.
"Saya melihat kesenjangan di daerah terpencil itu begitu tinggi dan sementara saya sebagai guru tidak bisa berbuat apapun kecuali mendidik anak-anak. Nah karena itu, 2017 saya tergerak untuk bagaimana caranya bisa meminimalisir kesenjangan yang ada," ungkap Koko.
Koko juga menyampaikan apresiasinya atas dukungan pemerintah terhadap wilayah terpencil, termasuk pengiriman smartboard dari program pemerintahan Presiden Prabowo. Ia berharap semua guru di Indonesia tidak hanya peka terhadap pendidikan anak, tetapi juga "peka terhadap lingkungan sekitar."
Di Banyumas, Jawa Tengah, kisah Umi Salamah adalah tentang pengorbanan personal. Kepala PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Banyumas ini menerima anugerah Guru Pejuang Pendidikan Non Formal dan Inklusif setelah tiga dekade membuka rumahnya sendiri sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat, mulai dari buta huruf hingga jenjang perguruan tinggi (S1).
Umi mendirikan PKBM, PAUD, kelas paket, SLB, dan bahkan merintis Pondok Pesantren ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk mengisi kekosongan layanan SLB di wilayahnya.
"Saya menggunakan rumah saya, rumah saya semuanya untuk kegiatan-kegiatan itu... Alhamdulillah kalau sekarang alhamdulillah saya sudah punya gedung sendiri, swadaya mandiri sampai bangun gedungnya alhamdulillah sekarang sudah punya tempat sendiri," cerita Umi, menggambarkan proses panjang pengabdiannya.
Meski telah mencapai kemandirian, Umi menyuarakan harapan agar perhatian terhadap pendidikan inklusif terus diperkuat, khususnya bagi guru PAUD dan tutor nonformal. Ia menyebut bahwa guru dari kesetaraan masih kurang diperhatikan, namun bersyukur bahwa pemerintah saat ini sudah menunjukkan perhatian yang jauh lebih baik.
Kisah Syifa, Koko, dan Umi adalah representasi nyata bahwa fondasi tema "Guru Hebat, Indonesia Kuat" tegak berdiri di atas dedikasi dan empati. Melalui aksi nyata di Aceh, Sumatra Selatan, dan Banyumas, mereka membuktikan bahwa pendidikan bertumbuh subur dari komitmen para pengabdi sejati.
Editor : Redaksi