Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Jawa Timur menyampaikan pandangan umumnya mengenai usulan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Perusahaan Perseroan Daerah Petrogas Jatim Utama.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Provinsi Jatim, Puguh Wiji Pamungkas, menyampaikan beberapa poin yang telah dibahas mendalam oleh seluruh jajaran Fraksi PKS terkait dengan usulan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Perusahaan Perseroan Daerah Petrogas Jatim Utama.
Baca juga: DPRD Jawa Timur Apresiasi Kinerja Gubernur dalam Laporan LKPJ 2024
Puguh yang juga merupakan Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim ini menyampaikan, berdasarkan beberapa dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 10 catatan kritis dari Fraksi PKS DPRD Jatim atas pengajuan Ranperda Provinsi Jawa Timur tentang Perusahaan Perseroan Daerah Petrogas Jatim Utama.
Pertama, berkaitan dengan maksud disusunnya Perda, yakni perubahan nomenklatur dari semula Perseroan Terbatas (PT) Petrogas Jatim Utama menjadi Perusahaan Perseroan Daerah Petrogas Jatim Utama, Fraksi PKS dapat memahami. Bahkan memberi apresiasi atas pilihan strategi perubahan nomenklatur BUMD ini dengan membuat Perda baru sesuai amanat Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2014, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2017.
"Namun demikian strategi membuat Perda baru yang memuat perubahan nomenklatur BUMD menurut kami hal ini terlambat jika dikaitkan dengan urgensi menaikkan kinerja BUMD dan penyesuian BUMD dengan perubahan peraturan perundang-undangan terbaru yang sudah ada sejak PP 54 tahun 2017 disahkan (atau 7-8 tahun yang lalu). Oleh sebab itu, fraksi PKS menanyakan bagaimana keterkaitan Raperda ini dengan harapan publik atas perbaikan kinerja BUMD sesuai peraturan perundang-undangan terbaru yang berlaku. Mohon penjelasan," ujar Puguh, Sabtu (8/2/2025).
Kedua, berkaitan dengan tujuan Perda, khususnya pada pasal 4 huruf a Raperda, Fraksi PKS mempertanyakan bagaimana pencapaian tata kelola perusahaan yang baik. Disebutkan di Raperda, salah satu tujuan Perda adalah meningkatkan kinerja perusahaan yang sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Di mana salah satu unsur tata kelola perusahaan yang baik adalah transparansi dan akuntabilitas.
"Kami menemukan tampilan website perusahaan, masih banyak yang belum di update, diantaranya kurang lengkapnya susunan direksi dan komisaris, tidak adanya laporan keuangan tahunan yang audited, dan kurang updatenya laporan kegiatan CSR (terakhir tahun 2017) dalam website perusahaan. Bukankah transparansi dan akuntabilitas adalah unsur GCG yang sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi, mohon penjelasan," kata Puguh.
Ketiga, berkaitan dengan pengelolaan participation interest 10 persen sebagai turunan dari Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 37 tahun 2016 ke dalam muatan Raperda, menurut Fraksi PKS hal ini sudah pernah dibahas dan masuk dalam Perda sebelumnya, yakni Peraturan Daerah Provinsi Jatim Nomor 2 tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Perda nomor 1 tahun 2016 tentang Perseroan Terbatas (PT) Petrogas Jatim Utama.
"Fraksi PKS justru menanyakan, bagaimana implementasi Perda nomor 2 tahun 2018, khususnya pasal 11 yang berisi pengelolaan participation interest 10 persen dapat berasal dari APBD, sejak Perda diberlakukan tahun 2018 sampai tahun 2025 ini. Jika implementasi dari pasal 11 Perda nomor 2 tahun 2018 belum dilaksanakan dengan baik, lalu mengapa Pemerintah Provinsi selaku pengusul Raperda memasukkan kembali pasal serupa dalam Raperda yaitu pasal 8 dan pasal 9 Raperda, mohon penjelasan," jelas Puguh.
Baca juga: Anggota Komisi C DPRD Jatim M Soleh Dukung Pembenahan Bank Jatim
Keempat, masih berkaitan dengan dasar hukum pengelolaan participation interest 10 persen dalam muatan Raperda ini, menurut Fraksi PKS perlu ada perbaikan dalam penyusunan dasar hukum disesuaikan dengan peraturan yang terbaru, yaitu sudah ada Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 1 tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM nomor 37 tahun 2016.
"Fraksi meminta agar Pemerintah Provinsi dapat menjelaskan penerapan Peraturan Menteri nomor 1 tahun 2025 ke dalam muatan Raperda ini karena ada beberapa pasal yang berubah, yaitu pasal 3, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 15, 16, 19, 19 A dan 22 dari Peraturan Menteri yang lama. Fraksi juga menyarankan agar pembahasan Perda ini nantinya menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ESDM yang baru, mohon penjelasan," tutur Puguh.
Kelima, terhadap pasal yang mengatur modal perusahaan, Fraksi PKS juga mempertanyakan terkait dengan rencana penambahan penanaman modal daerah kepada BUMD dalam rangka pemenuhan modal dasar perusahaan sebagaimana tertera dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Raperda.
"Mengingat penetapan modal dasar perusahaan sebesar 1 triliun lima ratus miliar rupiah ini, sudah berlangsung sejak tahun 2018 yakni berdasar Perda nomor 2 tahun 2018 pasal 10 ayat (1) dan ayat (2). Sampai tahun 2025, pemenuhan modal dasar perusahaan juga belum tercapai. Apakah selain faktor ketersediaan dana APBD, ada faktor lain misalnya kurang memenuhi syarat feasibility study atas usulan perusahaan tentang penambahan modal daerah jika dikaitkan dengan rencana bisnis dan profitabilitas, mohon penjelasan," ujar Puguh.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Husnul Arif Soroti Jalan Berlubang Jelang Arus Mudik Lebaran
Keenam, Fraksi PKS juga menanyakan perihal modal usaha untuk anak perusahaan. Di mana terhadap poin itu Fraksi PKS mempertanyakan alasan mengapa dalam pasal 8 Raperda disebutkan Pemerintah Provinsi Jatim mengusulkan pembentukan modal usaha untuk anak perusahaan dapat berasal dari APBD serta terkait dengan landasan hukumnya.
Menurut Puguh, anak perusahaan BUMD jika modalnya berasal dari APBD, maka statusnya bukan lagi menjadi anak perusahaan BUMD, namun sudah menjadi BUMD baru dengan penyertaan modal baru dan dibentuk dengan suatu Perda baru. Kalimat pasal 8 Raperda yakni “Modal Usaha untuk anak perusahaan ditentukan: a. untuk pengelolaan Participating Interest 10 persen dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun melalui skema kerja sama antara PT Petrogas Jatim Utama (Perseroda) dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau skema kerja sama dengan BUMD lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jauh berbeda dengan yang disebutkan dalam naskah akademik halaman 10 persen yakni Modal Usaha untuk anak perusahaan ditentukan untuk 1) pengelolaan Participating Interest 10 persen dapat berasal dari Perseroda, melalui skema Kerjasama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau skema kerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mohon penjelasan," ujar Puguh.
Demikian beberapa catatan kritis dari Fraksi PKS DPRD Jatim terkait Raperda Petrogas Jatim Utama. Fraksi PKS berharap agar pembahasan Raperda ini dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan regulasi yang kredibel serta implementatif.
Editor : Budi Prasetyo